![]() |
Hukum menggunakan behel dan sambung rambut (Dok. Ist) |
Penggunaan behel dan rambut sambung sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Banyak orang memilih behel demi alasan kesehatan gigi dan estetika, sementara rambut sambung digunakan untuk memperpanjang atau memperindah tampilan rambut.
Namun, pertanyaan kerap muncul di tengah masyarakat: bagaimana jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan masih mengenakan behel atau rambut sambung? Haruskah benda-benda tersebut dilepas sebelum dimakamkan?.
(toc) #title=(Daftar isi)
Pandangan Ulama Terkait Jenazah yang Mengenakan Behel dan Rambut Sambung
Menurut Dr. KH M. Nurul Irfan, M.Ag, seorang dosen di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, behel maupun rambut sambung tidak perlu dilepas dari jenazah saat akan dimakamkan.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Beliau menjelaskan bahwa kedua benda tersebut bersifat nominal dan tidak wajib dicopot sebelum proses penguburan.
Untuk memperjelas, Kyai Irfan menyampaikan bahwa penggunaan behel bisa dianalogikan dengan pemakaian gigi emas.
Namun, ada perbedaan nilai antara keduanya. Gigi emas biasanya dicabut karena memiliki nilai jual yang tinggi. Sementara behel, ketika dilepas dari gigi, umumnya tidak memiliki nilai jual kembali.
Begitu juga dengan rambut sambung. Meskipun bukan bagian asli dari tubuh, rambut sambung tidak memiliki nilai yang mengharuskan ia dilepas sebelum penguburan.
Oleh karena itu, tidak ada kewajiban dalam syariat Islam untuk mencopot behel maupun rambut sambung dari tubuh jenazah.
“Jadi tidak perlu dicopot (rambut sambung dan behel) atau dilepas,” jelas Kyai Irfan.
Hukum Pemakaian Behel dan Rambut Sambung dalam Islam
Kyai Irfan juga menjelaskan bahwa penggunaan behel dan rambut sambung diperbolehkan dalam Islam, selama tujuannya tidak bertentangan dengan syariat. Jika pemakaian keduanya bertujuan untuk keindahan, meningkatkan kepercayaan diri, atau demi kenyamanan pribadi, maka hal itu tidak dilarang.
Beliau mencontohkan bahwa menyemir rambut untuk mengubah warna saja diperbolehkan, apalagi jika menyambung rambut hanya untuk mempercantik diri.
Namun, perlu dicatat bahwa hukum ini bisa berubah tergantung pada niat dan tujuan penggunaannya.
Jika behel atau rambut sambung digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti untuk menunjang aktivitas maksiat atau memperdaya orang lain demi tujuan buruk, maka hukumnya bisa menjadi haram.
Pandangan Mazhab Fikih tentang Rambut Sambung
Dalam literatur fikih, khususnya kitab Fiqih an-Nisa’ fii Dhaw’ al-Madzahib al-Arba’at wa al-Ijtihad al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah karya Muhammad Utsman Al-Khayst yang diterjemahkan oleh Abu Nafis Ibnu Abdurrohim, disebutkan bahwa para ulama dari empat mazhab besar (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali) sepakat bahwa hukum menyambung rambut dengan rambut manusia adalah haram.
Namun demikian, mazhab Hanafi memberikan pengecualian. Menurut mereka, menyambung rambut dengan bahan sintetis atau rambut buatan diperbolehkan, selama tidak mengandung unsur penipuan atau kebohongan, dan tidak melibatkan bagian tubuh manusia lain.
Dari penjelasan para ulama dan sumber-sumber fikih, dapat disimpulkan bahwa, behel dan rambut sambung tidak perlu dilepas dari jenazah saat akan dimakamkan, karena tidak ada dalil syar’i yang mewajibkan hal tersebut.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Penggunaan behel dan rambut sambung diperbolehkan, selama tujuannya baik dan tidak mengarah kepada hal yang dilarang oleh agama.
Hukum menyambung rambut bisa menjadi haram jika menggunakan rambut manusia, tetapi bisa diperbolehkan jika menggunakan bahan buatan yang tidak menipu.
Dengan memahami penjelasan ini, semoga masyarakat tidak lagi bingung dalam menyikapi penggunaan behel dan rambut sambung, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika berhadapan dengan jenazah.