![]() |
Ilustrasi pernikahan (Dok. Ist) |
Pernikahan dalam ajaran Islam bukan sekadar penyatuan dua insan, melainkan sebuah ikatan suci yang dilandasi oleh niat ibadah dan tanggung jawab. Dalam proses pernikahan, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar sah secara syariat.
Salah satu syarat tersebut adalah adanya mahar, yaitu pemberian dari calon suami kepada calon istri
(toc) #title=(Daftar isi)
Islam tidak meletakkan mahar sebagai beban atau ajang pamer harta. Sebaliknya, mahar diposisikan sebagai bentuk penghormatan kepada wanita yang dinikahi, dan diberikan dengan penuh keikhlasan.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Dasar Hukum Mahar dalam Al-Qur'an
Mahar dalam pernikahan bukanlah hal yang ditentukan manusia semata, melainkan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dalam surah An-Nisa ayat 4, Allah SWT berfirman:
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (QS. An-Nisa: 4)
Ayat ini menegaskan bahwa mahar adalah pemberian yang harus dilakukan dengan kerelaan, bukan paksaan atau tekanan. Jika pihak istri merelakan sebagian mahar kepada suami, maka itu pun sah dan boleh dinikmati.
Apakah Ada Batas Minimal Mahar dalam Islam?
Pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat adalah: apakah ada batas minimal mahar yang ditetapkan dalam Islam?
Dalam buku "Seri Fikih Kehidupan" karya Ustaz Ahmad Sarwat, dijelaskan bahwa para ulama memiliki perbedaan pendapat soal ini.
Mazhab Hanafiyah menyebutkan bahwa batas paling rendah mahar adalah 10 dirham. Sedangkan Mazhab Malikiyah menetapkan 3 dirham sebagai batas minimal.
Namun, ada pula pandangan lain yang menyebutkan bahwa Islam tidak menetapkan batas minimal atau maksimal secara mutlak. Sebab, kondisi ekonomi dan kemampuan tiap individu berbeda-beda.
Yang terpenting adalah mahar tersebut memiliki nilai, serta disepakati kedua belah pihak tanpa paksaan.
Prinsip Keadilan dan Kemudahan dalam Mahar
Islam sangat menjunjung tinggi keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal pernikahan. Mahar bukanlah alat untuk menunjukkan status sosial, melainkan sebagai simbol penghargaan dan tanggung jawab dari seorang suami terhadap istrinya.
Oleh karena itu, mahar sangat fleksibel, tidak harus mahal atau mewah.
Islam mempermudah umatnya dalam urusan pernikahan. Bahkan di zaman Rasulullah SAW, banyak pernikahan berlangsung dengan mahar yang sederhana dan jauh dari kesan glamor.
Contoh Mahar Sederhana di Masa Rasulullah
Beberapa contoh berikut menggambarkan betapa Islam memudahkan umatnya dalam urusan mahar.
1. Sepasang Sandal
Dalam sebuah riwayat dari Amir bin Rabi’ah, disebutkan bahwa ada seorang wanita dari Bani Fazarah yang dinikahi dengan mahar hanya berupa sepasang sandal. Rasulullah SAW bertanya kepada wanita itu:
"Relakah engkau dinikahi dengan mahar sepasang sandal ini?”
Wanita tersebut menyatakan kesediaannya, dan Rasulullah pun membolehkan pernikahan itu terjadi. Ini menunjukkan bahwa bentuk mahar bisa sangat sederhana, selama ada kerelaan dari kedua belah pihak.
2. Hafalan Al-Qur’an
Ada pula riwayat dari Sahal bin Sa’ad yang menceritakan seorang pria miskin ingin menikahi seorang wanita, tetapi tidak memiliki harta atau barang untuk dijadikan mahar. Rasulullah SAW pun bertanya:
“Apakah kamu hafal Al-Qur’an?”
Pria itu menjawab bahwa ia hafal beberapa surah. Maka Rasulullah bersabda:
“Aku menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Qur’anmu.”
Dalam kasus ini, jasa atau kemampuan yang dimiliki oleh calon suami bisa dijadikan mahar, selama ada manfaatnya bagi istri.
3. Keislaman Sebagai Mahar
Contoh paling istimewa adalah kisah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Saat Abu Thalhah ingin melamar Ummu Sulaim, ia masih dalam keadaan belum masuk Islam. Ummu Sulaim menolak lamarannya dengan syarat yang mengejutkan:
“Jika kamu masuk Islam, maka keislamanmu adalah maharku. Aku tidak meminta yang lain.”
Akhirnya, Abu Thalhah pun memeluk Islam, dan hal tersebut menjadi mahar pernikahannya. Ini menegaskan bahwa mahar bisa berupa hal-hal non-materi, selama bernilai dalam pandangan agama.
Dari penjelasan di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa, Mahar adalah syarat sah pernikahan dalam Islam yang diberikan oleh suami kepada istri.Islam tidak menetapkan nilai mutlak untuk mahar; yang penting adalah bernilai dan disepakati bersama.
Mahar bisa berupa harta, jasa, atau bahkan sesuatu yang bersifat spiritual seperti hafalan Al-Qur’an atau keislaman.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Rasulullah SAW memberikan teladan bahwa mahar yang sederhana tidak mengurangi keberkahan pernikahan.
Pernikahan yang diberkahi bukan ditentukan oleh besarnya mahar, tetapi oleh niat tulus, keikhlasan, dan tanggung jawab yang dijalankan oleh kedua pasangan.
Maka, jangan jadikan mahar sebagai penghalang untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.