![]() |
Abu Lubabah (Dok. Ist) |
Dalam sejarah Islam, banyak kisah para sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi cermin dan pelajaran berharga bagi umat Islam.
Salah satunya adalah kisah Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, seorang sahabat dari golongan Anshar yang sempat melakukan kesalahan besar, namun kemudian menebusnya dengan taubat yang luar biasa.
(toc) #title=(Daftar isi)
Kisah ini tidak hanya menggambarkan betapa luasnya rahmat Allah SWT, tetapi juga menekankan pentingnya amanah, kejujuran, dan kesungguhan dalam bertaubat.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Bahkan, karena perbuatannya, turunlah ayat khusus dalam Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh umat Islam.
Siapa Abu Lubabah?
Abu Lubabah bin Abdul Mundzir adalah sahabat Nabi SAW dari suku Aus, Madinah. Ia termasuk dalam kelompok Anshar, yaitu para penduduk Madinah yang pertama kali menyambut kedatangan Rasulullah SAW dan para Muhajirin dari Makkah.
Sebagai tokoh terpandang dan penasihat yang disegani, Abu Lubabah memiliki hubungan dekat dengan kaum Yahudi Bani Quraizhah, baik secara kekerabatan maupun hubungan ekonomi. Hubungan ini menjadi titik awal ujian berat yang harus ia hadapi.
Kisah ini terjadi setelah Perang Khandaq (Perang Ahzab), di mana kaum Muslimin mengepung suku Yahudi Bani Quraizhah selama 21 hari.
Bani Quraizhah diketahui telah berkhianat kepada kaum Muslimin dengan melanggar perjanjian damai saat pasukan koalisi kafir menyerang Madinah.
Ketika kondisi mereka semakin terdesak, Bani Quraizhah memohon agar diberi jalan keluar seperti yang pernah diberikan kepada suku Yahudi lainnya, Bani Nadhir, yakni diizinkan meninggalkan Madinah dan pergi ke Syam.
Namun, Rasulullah SAW menolak dan menyerahkan keputusan hukum kepada Sa’ad bin Muadz, seorang sahabat dari kalangan Anshar yang dikenal adil dan tegas.
Karena merasa gentar, Bani Quraizhah meminta agar Abu Lubabah diutus sebagai perantara. Mereka berharap Abu Lubabah akan bersikap lunak terhadap mereka karena hubungan pribadinya. Rasulullah SAW pun mengizinkan Abu Lubabah untuk menemui mereka.
Kesalahan Fatal Abu Lubabah
Saat sampai di benteng Bani Quraizhah, Abu Lubabah disambut dengan harapan besar. Mereka bertanya: "Wahai Abu Lubabah, apakah kami harus menerima keputusan Sa’ad bin Muadz?"
Karena merasa kasihan, dan juga mungkin karena kedekatan emosional, Abu Lubabah tanpa bicara memberikan isyarat dengan jari ke lehernya, menandakan bahwa keputusan Sa’ad kemungkinan adalah hukuman mati.
Isyarat ini ternyata menjadi kesalahan besar. Sebab, Abu Lubabah telah membocorkan kemungkinan keputusan Rasulullah SAW, padahal ia diutus hanya sebagai utusan, bukan sebagai pemberi keputusan. Ini tergolong sebagai bentuk pengkhianatan amanah.
Penyesalan dan Tobat Abu Lubabah
Begitu menyadari kesalahannya, Abu Lubabah merasa sangat menyesal. Ia berkata:
"Demi Allah, kakiku belum selesai melangkah keluar dari tempat itu, aku sudah sadar bahwa aku telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya."
Tanpa menunggu waktu, ia kembali ke Madinah dan langsung mengikat dirinya di tiang salah satu pilar Masjid Nabawi. Ia bersumpah:
"Demi Allah, aku tidak akan makan, minum, atau melepaskan diri sampai Allah menerima taubatku atau aku mati di tempat ini."
Selama tujuh hari lamanya, Abu Lubabah tetap terikat, hanya diberi minum oleh keluarganya pada malam hari. Tubuhnya semakin lemah dan kurus. Namun ia tetap bersikukuh: tidak akan membebaskan dirinya sebelum mendapat ampunan dari Allah SWT.
Turunnya Ampunan dari Langit
Melihat ketulusan dan kesungguhan Abu Lubabah, Allah SWT akhirnya menerima taubatnya. Wahyu tentang diterimanya taubat itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ketika kabar ini sampai kepada para sahabat, mereka bergegas ingin melepaskan ikatan Abu Lubabah. Namun, Abu Lubabah menolak:
"Aku tidak akan melepaskan diriku kecuali Rasulullah SAW sendiri yang membukanya."
Maka Rasulullah SAW pun datang dan membuka ikatan Abu Lubabah dengan tangan beliau sendiri.
Tak berhenti di situ, Abu Lubabah pun berkata:
"Sebagai bentuk sempurnanya taubatku, aku ingin meninggalkan hartaku dan tempat tinggalku sebagai bentuk penebusan dosa."
Namun Rasulullah SAW menasihatinya:
"Cukuplah engkau menyedekahkan sepertiga dari hartamu."
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Inilah bentuk kesungguhan tobat sejati: tidak cukup dengan penyesalan di hati, tetapi harus ada tindakan nyata untuk memperbaiki dan meninggalkan kesalahan.
Kisah Abu Lubabah adalah salah satu dari sekian banyak kisah sahabat Nabi SAW yang memberikan pelajaran berharga bagi kita hari ini. Bahwa seberapa pun besar kesalahan kita, pintu taubat selalu terbuka, asal kita benar-benar tulus untuk kembali kepada Allah.
Mari kita jadikan kisah ini sebagai pengingat untuk menjaga amanah, menjauhi pengkhianatan, dan selalu membuka hati untuk bertobat saat kita tersandung dalam dosa.