![]() |
Tawaf (Dok. Ist) |
Haid adalah kondisi alami yang pasti dialami oleh setiap perempuan. Dalam ajaran Islam, perempuan yang sedang haid memang memiliki beberapa batasan dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah-ibadah yang mensyaratkan kesucian seperti salat dan tawaf.
Namun, bagaimana jika haid datang saat sedang melaksanakan ibadah haji? Apakah ibadah hajinya tetap sah? Apa saja yang boleh dilakukan dan mana yang harus ditunda?
(toc) #title=(Daftar isi)
Wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun haji yang paling utama. Ibadah ini dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah dan menjadi momen penting dalam pelaksanaan haji.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Kabar baiknya, bagi perempuan yang sedang haid, ibadah wukuf tetap sah dan tidak perlu khawatir jika haid datang pada waktu tersebut.
Menurut penjelasan Kementerian Agama (Kemenag), wukuf tidak mengharuskan seseorang dalam keadaan suci dari hadas besar maupun kecil. Jadi, meskipun sedang haid, perempuan tetap bisa melaksanakan wukuf seperti jemaah lainnya.
Tawaf Ifadah Harus dalam Keadaan Suci
Berbeda dengan wukuf, tawaf Ifadah termasuk rukun haji yang wajib dilakukan dalam keadaan suci. Tawaf Ifadah dilakukan setelah wukuf di Arafah dan merupakan salah satu syarat sahnya haji.
Dalam pelaksanaannya, orang yang melakukan tawaf Ifadah harus bebas dari hadas besar dan najis, termasuk darah haid.
Karena itu, perempuan yang sedang haid tidak boleh melaksanakan tawaf Ifadah sebelum benar-benar suci. Ia perlu menunggu hingga haidnya selesai dan mandi wajib sebelum melanjutkan ibadah tawaf.
Jika Haid Tak Kunjung Selesai hingga Jadwal Pulang
![]() |
Tawaf (Dok. Ist) |
Dalam kondisi tertentu, tidak sedikit perempuan yang masih mengalami haid hingga menjelang jadwal kepulangan ke Tanah Air.
Hal ini tentu menjadi dilema, karena tawaf Ifadah belum bisa dilakukan. Namun, sebagian ulama memberikan kelonggaran dalam situasi darurat ini.
Salah satu pendapat yang membolehkan tawaf dalam keadaan haid datang dari Sayyid Muhammad Alawi Almaliki.
Dalam pandangannya, perempuan yang terdesak waktu dan tidak memungkinkan untuk menunda kepulangan, diperbolehkan melakukan tawaf dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat tersebut antara lain adalah mandi besar terlebih dahulu dan memastikan darah haid tidak menetes atau mengotori area Masjidil Haram.
Tujuannya adalah agar kebersihan tempat suci tetap terjaga dan tidak menimbulkan najis di lingkungan sekitar.
Meski demikian, pendapat ini tetap termasuk dalam kondisi darurat dan tidak bisa dijadikan kebiasaan umum. Jika memungkinkan, perempuan disarankan tetap menunggu hingga benar-benar suci.
Niat Umrah dari Madinah Tetap Bisa Dilakukan
Sementara itu, untuk jemaah perempuan yang bergerak dari Madinah menuju Makkah dan dalam kondisi haid, tetap bisa berniat umrah dari miqat di Bir Ali. Niat ihram tidak terbatas hanya untuk mereka yang dalam keadaan suci.
Namun, karena tawaf dan sa’i merupakan bagian dari ibadah umrah dan keduanya mensyaratkan kesucian, maka pelaksanaannya harus ditunda hingga darah haid berhenti dan mandi wajib dilakukan.
Selama dalam keadaan ihram, perempuan tetap harus menjaga larangan-larangan ihram seperti tidak memotong kuku, rambut, atau memakai wangi-wangian.
Batalnya Wudhu Saat Tawaf karena Bersentuhan
Salah satu kendala lain saat menjalankan tawaf adalah kemungkinan bersentuhan dengan lawan jenis di tengah kerumunan. Ini bisa menimbulkan pertanyaan apakah wudhu menjadi batal atau tidak.
Dalam hal ini, umat Islam bisa merujuk pada perbedaan pandangan mazhab. Mazhab Syafi’i, yang banyak dianut oleh umat Islam di Indonesia, menyatakan bahwa menyentuh lawan jenis yang bukan mahram akan membatalkan wudhu.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Namun, dalam kondisi seperti di Masjidil Haram yang sangat padat, hal ini sulit dihindari.Mazhab Hanafi memberikan keringanan dengan berpendapat bahwa bersentuhan dengan lawan jenis tidak membatalkan wudhu, selama tidak diiringi dengan syahwat.
Oleh karena itu, dalam kondisi tertentu, mengikuti pendapat mazhab Hanafi dapat dijadikan solusi praktis selama tetap menjaga adab dan kesucian.
Perempuan yang sedang haid tetap bisa melaksanakan sebagian besar rangkaian ibadah haji, meskipun ada beberapa batasan. Wukuf tetap sah walau dalam keadaan haid, sementara tawaf dan sa’i harus dilakukan setelah suci.