![]() |
Ilustrasi sikap Wara (Dok. Ist) |
Di tengah kehidupan yang penuh tipu daya, seorang Muslim dituntut untuk selalu berhati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang merugikan,baik secara lahir maupun batin.
Dalam Islam, salah satu sikap penting yang dapat melindungi seseorang dari keburukan adalah sikap wara.
(toc) #title=(Daftar isi)
Secara umum, wara berarti sikap hati-hati dan menjauh dari hal-hal yang meragukan. Dalam ajaran Islam, wara mencerminkan upaya seorang hamba untuk menjaga dirinya dari perbuatan haram dan bahkan dari hal-hal yang masih belum jelas hukumnya (syubhat). Tujuannya adalah agar hidup kita tetap berada dalam jalan yang diridhai oleh Allah SWT.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Dalam bukunya Pelajaran tentang Wara, Muhammad bin Shalih Al-Munajjid menjelaskan bahwa secara bahasa, wara berarti menahan diri dari sesuatu yang tidak layak.
Sementara itu, secara istilah, wara adalah sikap meninggalkan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan, menjauh dari perkara yang mengotori hati, dan selalu memilih yang paling jelas kehalalannya.
Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh cucunya, Hasan bin Ali RA:
"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu."(HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i, hadits hasan shahih)
Hadis ini menjadi dasar penting dalam penerapan sikap wara dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-Ciri Orang yang Wara
Orang yang menerapkan sikap wara dalam hidupnya akan terlihat dari perilaku dan ucapannya sehari-hari. Berikut adalah beberapa tanda atau ciri orang yang memiliki sikap wara:
1. Menjaga lisan agar tidak membicarakan keburukan orang lain (ghibah).
2. Selalu berpikir baik dan tidak mudah berprasangka buruk.
3. Menghormati orang lain dan tidak merendahkan siapa pun.
4. Menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan.
5. Senantiasa berkata jujur dan tidak menyembunyikan kebenaran.
6. Bersyukur atas nikmat Allah dan tidak bersikap sombong.
7. Menggunakan hartanya hanya untuk keperluan yang baik dan bermanfaat.
8. Tidak ambisius terhadap jabatan atau kekuasaan, serta menghindari kesombongan.
9. Menjaga salat lima waktu tepat waktu dan dilakukan dengan khusyuk.
10. Meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkatan Wara dalam Islam
Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam dunia Islam, membagi sikap wara menjadi empat tingkatan. Berikut penjelasannya:
1. Wara al-‘Udul: Ini adalah tingkatan dasar, yaitu meninggalkan semua perbuatan yang dilarang oleh Allah. Setiap Muslim wajib berada di tingkat ini agar tidak terjerumus dalam dosa.
2. Wara as-Salihin: Tingkatan ini mengajarkan untuk menjauh dari perkara yang syubhat, yakni hal-hal yang belum jelas halal atau haramnya. Sikap ini dilakukan demi menjaga kehati-hatian dalam beragama.
3. Wara al-Muttaqin: Pada tingkatan ini, seseorang mulai meninggalkan hal-hal yang sebenarnya halal, karena khawatir bisa membawa kepada perbuatan haram di kemudian hari.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
4. Wara as-Shiddiqin: Ini adalah tingkatan tertinggi. Seseorang menahan diri dari hal-hal yang halal sekalipun, jika hal itu dapat membuatnya lalai dari mengingat Allah. Inilah sikap wara para wali dan orang-orang arif yang benar-benar menjaga hati dan hubungannya dengan Allah SWT.
Sikap wara adalah bentuk kehati-hatian dan ketaatan yang tinggi dalam menjalani kehidupan sebagai Muslim. Ia bukan hanya menjauh dari yang haram, tetapi juga dari segala hal yang meragukan atau tidak membawa manfaat bagi keimanan.
Dengan menerapkan wara, seorang Muslim akan lebih mudah menjaga diri dari dosa dan lebih dekat kepada Allah SWT.